Selasa, 08 November 2011

ZIONIS - PENGANTAR


"Zionisme sekedar menjadi sekilas episode dalam sejarah Yahudi, suatu ungkapan sambil lalu yang brutal (bagi para korbannya) sekaligus tragis (bagi para protagonisnya). Kerajaan Israel yang kedua lebih singkat dan tidak sejaya yang pertama; mengapa yang ketiga tidak bisa lebih singkat dan bahkan lebih tidak terhormat?"
- Michael Warschawski (Seorang sosialis dan aktivis Israel)

Klaim kondang yang disuarakan pendukung Zionisme politik adalah "Zionisme adalah gerakan pembebasan nasional rakyat Yahudi." Makna yang dikehendaki dari ini adalah: Bila kau menentang Zionisme, maka kau tidak menghargai penderitaan dan harga-diri Yahudi, maka kau berpihak pada "penghancuran Israel" dan kau adalah seorang anti-Semit.

Tiap klaim ini adalah palsu, baik secara fakta maupun logika. Untuk memahami kenapa, kita harus mendekonstruksi klaim tersebut satu per satu dan mengklarifikasikan apa Zionisme itu di masa lalu dan kini. Saya akan menggunakan istilah Zionisme di sini untuk memaksudkan "Zionisme politik," yang menuntut pendirian negara Yahudi di Palestina. Pada mulanya terdapat kaum Zionis lain yang mengusulkan penciptaan tanah air Yahudi bukannya negara. Orang-orang yang terhormat seperti I.F. Stone dan Noam Chomsky telah mengidentifikasikan diri mereka ke dalam tradisi ini, tapi yang paling penting di sini adalah Zionisme politik.

Yang benar adalah Zionisme politik muncul pada akhir abad 19 dan awal abad 20 sebagai bentuk dari nasionalisme Yahudi. (Walaupun memiliki pra-sejarah sebagai suatu gerakan di antara kaum Kristen Injili (evangelical) untuk mengembalikan kaum Yahudi ke Palestina, jauh sebelum kaum Yahudi tertarik dengan hal itu, kita akan mengabaikan catatan kaki sejarah itu di sini.) Itulah satu-satunya sebagian klaim mereka yang benar. Zionisme muncul dari gerakan nasionalis pada akhir abad 19 di Eropa, baik dalam konteks nasionalisme Eropa lainnya dan sebagai respon terhadap perkembangan anti-Semitisme yang rasis.

Tapi Zionisme hanyalah salah satu bentuk nasionalisme Yahudi, dan yang sangat tak biasa. Ia merupakan saingan dari nasionalisme Yahudi Bund yang sosialis dan berbasiskan kelas pekerja, yang hendak membebaskan rakyat Yahudi di mana pun mereka bertempat tinggal, dengan berdasarkan budaya Yiddish dan sebagai bagian dari perjuangan kemerdekaan manusia secara keseluruhan. Ada juga nasionalisme Yahudi yang anti-teritorial seperti yang diajarkan oleh sejarawan besar Simon Dubnow contohnya. Dan tentunya bahkan ada lebih banyak kaum Yahudi liberal, sosialis dan komunis, konservatif dan lainnya yang sama sekali bukan nasionalis.

Sebelum genosida oleh Nazi, kebanyakan kaum Yahudi dan bahkan kebanyakan nasionalis Yahudi menolak Zionisme. Bahkan pada tahun 1930an, di bawah bayang-bayang fasisme, sejarawan William Rubinstein telah menunjukkan bahwa dukungan terhadap Zionisme di antara kaum Yahudi sedunia tidak dapat melebihi 15 persen. Untuk memahami kenapa, Anda harus melihat keunikan karakter Zionisme sebagai ideologi.

- Zionisme sangat tidak biasa karena mengusulkan pendirian suatu negara-bangsa bukan di tempat tinggal orang yang akan dibebaskannya, tapi memindahkan mereka secara besar-besaran ke tempat yang berbeda - ke Palestina, di mana tradisi relijius Yahudi bermula, tapi hanya sedikit kaum Yahudi yang bertempat tinggal di situ selama lebih dari 1500 tahun.

- Zionisme sangat tidak biasa karena kebenciannya terhadap budaya sesungguhnya dari rakyat yang diklaim hendak dibebaskannya, yakni budaya Yiddish dari kaum Yahudi Eropa Timur. Sikapnya terhadap Yahudi non-Eropa dari Timur Tengah dan Afrika jauh lebih parah lagi, tapi dalam hal ini ia mewarisi asumsi rasis dari kebanyakan nasionalisme Eropa. Ia mengusulkan untuk menggantikan bahasa dan budaya Yiddish dengan Ibrani, yang selama berabad-abad tidak digunakan oleh kaum Yahudi dalam percakapan sehari-hari kecuali dalam sembahyang dan studi keagamaan.

- Zionisme berbeda dalam hal tingkat ketergantungannya pada dukungan kekuatan kolonial atau imperial untuk menjalankan proyek konstruksi nasionalnya. Bapak dari gerakan Zionis, Theodore Herzl, sangat menyadari peran tersebut: "Kita akan membangun di sana [di Palestina] suatu wilayah yang melindungi Eropa dari Asia, melindungi peradaban dari barbarisme Asiatik." - Setelah bercumbu dengan Turki, menyusul Perang Dunia I gerakan Zionis bersekutu dengan Inggris, yang mengembang-biakkan hunian kolonial Zionis di Palestina atas penderitaan penduduk asli Arab.

Tidaklah mengejutkan dalam perspektif semua ini bahwa mayoritas besar kaum Yahudi menolak Zionisme. Kebanyakan kaum Yahudi Orthodox menentangnya atas alasan relijius, sebagai pelanggaran sekuleris terhadap peran unik Tuhan dalam mendatangkan era Messianik. Reformasi Yahudisme pada akhir abad 19 di Amerika dan Jerman menentangnya sebagai penyimpangan modernisasi Yahudi dan emansipasi politik. Kaum Yahudi sosialis mencibirnya karena berupaya memecah belah pekerja Yahudi dari perjuangan proletar. Kebanyakan kaum Yahudi biasa memandangnya sebagai ide aneh yang tak berhubungan dengan kehidupan mereka.

Bahkan dengan bangkitnya ancaman Nazi pada tahun 1930an, kaum Yahudi pada umumnya tidak memandang Zionisme atau emigrasi ke Palestina sebagai solusi terhadap persoalan mereka. Dan aliran utama Zionisme politik nyatanya tidak tertarik untuk menyelamatkan kaum Yahudi dari Jerman atau Eropa Timur; David Ben-Gurion lebih tertarik untuk membawa kaum Yahudi muda atau mereka yang bermodal ke Palestina, bukannya dalam jumlah besar yang ia hina sebagai pedagang kecil. Zionisme memang tidak berupaya - dan untuk jujurnya, tidak akan berhasil bahkan bila mencobanya - untuk menolong jutaan kaum Yahudi Eropa dari genosida Nazi.

Maka, pertanyaan yang mengemuka adalah bagaimana gerakan kolonial yang secara historis terlambat itu dapat berhasil setelah sebagian besar kaum Yahudi menentangnya maupun tidak mengacuhkannya, dan ketika rakyat Palestina dan Arab jelas-jelas berupaya segala cara untuk menghentikannya. Pada dasarnya ada tiga alasan:

Pertama, hunian Zionis di Palestina sangat menguntungkan imperialisme Inggris dalam periode inter-perang [antara Perang Dunia I dan PD II, pen.]. Administrasi kolonial Inggris (yang disebut "Mandat") memberikan keuntungan ekonomi yang substansial dan perlindungan militer kepada Yishuv (komunitas hunian Yahudi). Gerakan Zionis pada tahun 1940an juga sangat lihai dalam mempromosikan diri mereka kepada kekuasaan imperialis yang sedang bangkit, Amerika Serikat, sebagai sekutu untuk mengontrol Timur Tengah yang strategis.

Kedua, gerakan Zionis di Palestina sangat terorganisir dan strategis dalam perencanaannya, sementara penduduk Palestina tidak terorganisir dengan baik, dipimpin dengan buruk dan didominasi oleh tuan-tanah feodal, seringkali tidak bertempat tinggal di tanah miliknya (absentee) dan menjual tanahnya kepada hunian Zionis tanpa pengetahuan para petani. Sebagai tambahan, proyek Zionis berhasil menghidupkan kembali bahasa Ibrani sebagai faktor krusial dalam pembentukan identitas dari sebuah bangsa baru.

- Ketiga, perdebatan dalam dunia Yahudi tidak pernah "dimenangkan" oleh argumen Zionis. Melainkan, genosida Nazi dan represi brutal Stalinis yang mengakhiri argumen, dengan disingkirkannya sebagian besar kaum Yahudi di Eropa dan diputusnya hubungan dengan kaum Yahudi di blok soviet. Pada akhir Perang Dunia II terdapat beberapa ratus ribu orang Yahudi yang bertahan hidup di kamp-kamp Orang yang Terpindahkan [Displaced Persons camps], tanpa rumah dan tempat untuk pulang kecuali Palestina (sementara pemerintahan barat dan gerakan Zionis tidak berminat membuka perbatasannya kepada mereka yang bertahan hidup ini).

- Kumpulan orang yang putus asa ini menjadi massa kritis yang akhirnya memberikan Zionisme-politik basis bagi Negara Yahudi di Palestina. Dengan penolakan kepemimpinan Zionis terhadap bi-nasionalisme dalam bentuk apa pun, maka ia mengusung opsi lainnya - perang pembersihan etnis yang dirayakan oleh Israel sebagai Perang Kemerdekaan dan oleh rakyat Palestina sebagai peringatan Nakba - menciptakan panggung bagi berlanjutnya konflik ratusan tahun dan tragedi yang telah menyusulnya. Walau demikian, pembentukan bangsa baru yang berbahasa-Ibrani di Palestina dan Israel adalah suatu kenyataan yang telah terjadi - suatu kenyataan tragis yang tidak akan terjadi bila saja kaum Yahudi di Eropa tidak dihapuskan, tapi lagipula kenyataan ini tidak diragukan lagi.

David Finkel adalah anggota organisasi sosialis AS Solidarity (www.solidarity-us.org) dan editor majalah AGAINST THE CURRENT.

Diterjemahkan dari sini

__________________________________________________

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Komunitas Warna Warni | Bloggerized by Otak Kiri - Otak Kiri